Halo sobat ngulikenak! mari mengulik lagi dan lagi!
Suatu ketika, tim ngulikenak sedang kongkow menikmati matahari tenggelam di warung yang temaram, salah satu kampung di Kota Semarang. Saya dengan es kopi tubruk, sahabat saya pour over V60, sama sama kopi Aceh Gayo. Kemudian beliau bertanya “ada tidak ya, cara brewing yang paling benar?”
Saya bertopang dagu sambil mengaduk-aduk ampas kopi tubruk yang mengendap. Sederhana memang, tapi malah cukup mengusik pikiran beberapa hari kemudian.
Pertanyaan yang tricky, jawaban singkatnya menurut saya adalah SELERA. Suatu sudut pandang yang merujuk pada penilaian yang relatif subjektif, dalam konteks kali ini adalah kopi. SELERA adalah suatu yang unik, karena dalam prakteknya “seni persepsi dari aroma dan rasa kopi” menjadi salah satu “alat bantu” untuk mengenal kopi lebih intim. Menilai kualitas kopi, yang ada dalam pikiran kita, ingatan-ingatan yang muncul secara spontan sesaat setelah menyesap kopi. Persepsi imajiner yang semakin meruncing, akan menghasilkan suatu pilihan bahwa “suka dan kurang suka” dengan kopi yang dicicipi.
Persepsi rasa adalah seni. Oleh karena itu, menyeduh kopi tidaklah rumit, sulit apalagi sampai membuat stres. Karena rasa memiliki standar yang berbeda-beda setiap orangnya. Tentu saja ketika menyeduh kopi, apalagi untuk diri sendiri, rasa yang kita sukai adalah bentuk konkrit dari cara seduh yang paling benar, untuk diri sendiri. Metode dengan sepenuh hati, untuk terus mencoba dan mengulik, sampai pada akhirnya menemukan cara, takaran, variabel seduh yang benar-benar memuaskan diri sendiri. Saya pribadi juga seringkali merasa khawatir, ketika ada penikmat sekaligus pecinta kopi yang memperdebatkan metode, takaran, variabel mana yang paling tepat. Sangat disayangkan memang, karena memperdebatkan persepsi, sangat disayangkan.
Metode seduh yang sering disinggung oleh tim ngulikenak memang cukup sederhana, atau bahkan sudah menjadi hal yang sangat umum. Karena hidangan berbahan dasar kopi juga rasanya tidak terhitung lagi jumlahnya, itulah yang menjadi bukti kalau persepsi rasa memiliki jalan kebenarannya sendiri. Berbarengan dengan pilihan yang begitu majemuk, semakin memperjelas kalau selera, bahkan segmen penikmat dan pecinta kopi juga beragam, dan setuju atas seleranya masing-masing.
Menyeduh kopi tidak melulu terpaku pada suatu paten. Kecuali untuk disajikan ke pelanggan, dan sudah memiliki standar operasional dari instansi/tempat terkait, yang merilis suatu sajian. Salah satu variabel adalah suhu air, mulai dari 80-95 derajat celcius. Acap kali menjadi perdebatan untuk bisa menghasilkan rasa ini dan itu, tapi luput karena kopi tersebut akan disajikan di mana? Bahkan kopi yang “direndam” dengan air dingin atau biasa kita sebut dengan cold brew memiliki karakter dan cita rasa yang unik.
Menyeduh menggunakan suhu rendah maupun tinggi, nyatanya justru menciptakan suatu persepsi yang lebih luas dan tidak terbatas malahan. Berbahagialah kita yang memiliki sumber daya alam kopi nan melimpah. Karena berkat buah satu ini, memberikan dampak sosial dan ekonomi yang luar biasa! Tidak lupa juga cerita panjang dari kopi yang akhirnya bisa sampai pada cangkir-cangkir cantik, dengan perbincangan hangat. Kami menekankan untuk senantiasa mengulik dan jangan pernah membatasi diri untuk terus mencoba menemukan cita rasa yang adalah seni dari persepsi aroma dan rasa kopi! Salam ngulik-ngopi!