Halo sobat ngulik-ngopi! Semoga senantiasa sehat jasmani dan rohani. Kesehatan tentu sangatlah penting, untuk menunjang ngulik kopi kita yang tidak akan pernah ada habisnya. Pada kesempatan kali ini, ngulikenak ingin membagikan salah satu dasar dimana kita bisa menilai kualitas kopi dengan cara yang sederhana. Sederhana boleh, kita bisa melakukannya dimana dan kapan saja, bahkan bagi teman-teman home brewer, karena abaikan keterbatasan alat, kita benar-benar akan melakukannya dengan cara yang paling mudah.
Standards Committee of the Specialty Coffee Association (SCAA) dalam situs resminya memberikan tutorial dan protokol cupping yang tentu saja, terbuka untuk umum. Mengapa hal ini begitu kami tekankan? Tentu saja, guna memperkuat landasan teman-teman sekalian ketika sedang mengulik cita rasa kopi, yang sampai pada pernyataan “aku suka kopi ini, atau aku kurang/tidak suka kopi ini”. Pernyataan final tersebut bisa kita kaji bersama dengan cara cupping.
Sederhananya, kita menubruk kopi dengan air panas. Iya, metode seduhnya menggunakan cara yang paling mudah dan mendasar, teman-teman bisa cek di artikel ngulik enak mengenai Kopi Tubruk: Sebuah Dasar, Sebuah Kebersamaan . Kali ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai titik kritis dimana cupping adalah cara sekaligus interaksi pertama yang lazim kita lakukan untuk berbagai keperluan. Misalkan kita mendapat sample roasted coffee dari salah satu teman atau kolega, cara “berkenalan” yang paling dasar adalah cupping. Membagi kopi menjadi 5 sample, giling ke medium-coarse, tuang air pana.
Bagi teman-teman yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh dan detail mengenai cupping, ngulik enak akan memberikan ulasan lengkapnya pada artikel cupping kopi favorit di rumah.
Cupping bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, bahkan dengan menggunakan peralatan rumahan. Kenapa? Sebelum teman-teman mengulik metode seduh lain, yang tentu saja yang akan memberikan variabel relatif lebih banyak dan kompleks, cupping adalah koentji.
Seringkali kita menjudge kopinya enak atau tidak, padahal ini sangat bias dan sangatlah “berbahaya”, mengapa? Perspektif setiap orang bisa sangat berbeda, bahkan bertolak belakang, apalagi kalau sudah bicara soal selera. Mengingat proses serta variabel sebuah kopi sampai bisa tersaji sangatlah kompleks dan panjang, jangan sampai bias pendapat yang sifatnya subjektif, membuat keterbatasan sudut pandang.
Sudut pandang yang dimaksud adalah perbendaharaan cita rasa dari kopi itu sendiri. Sekali lagi, proses dan variabel kopi bisa dengan nikmat tersaji sangatlah kompleks dan panjang. Kebiasaan cupping juga akan sangat membantu penikmat dan pecinta kopi untuk lebih mengenal kopi lebih baik lagi. Oleh sebab itu, ngulik enak merujuk pada cupping protokol yang sudah ditetapkan oleh SCA, selaku asosiasi perdagangan yang membangun atas dasar keterbukaan, inklusivitas, dan kekuatan pengetahuan bersama.
Bukankah jadi rumit dan merepotkan, kalau sekedar ngopi saja harus sedemikian rupa praktiknya? Ada beberapa hal yang perlu disampaikan.
- Cupping tidaklah merepotkan, justru sebaliknya. Panduan dalam protokol cupping sudah sangat lazim bagi seorang coffee cuppers. Bukan berarti masyarakat awam(non profesional) tidak bisa mengaplikasikan untuk keperluannya sehari-hari. Tujuan utamanya adalah untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan bias mengenai perspektif rasa dari sang kopi.
- Bagi coffee enthusias, sepertinya sudah menjadi rahasia umum, kalau beliau-beliau ini akan selektif ketika hendak memilih kopi mana, yang ingin sering-sering dinikmati. Wajar saja, karena beliau-beliau kemungkinan besar memiliki perbendaharaan cita rasa kopi yang beragam, atau bahkan semua jenis, proses, profil roasting kopi sudah pernah dicicipi, bisa jadi.