Rasa takut seringkali kita asosiasikan dengan hal-hal negatif, sebagai sesuatu yang harus dihindari atau diatasi. Tetapi, pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya, apakah mungkin rasa takut memiliki tempat dalam perjalanan kita? Apakah mungkin rasa takut justru menyimpan kekuatan yang selama ini tidak kita sadari? Pertanyaan-pertanyaan ini mengantarkan kita kepada sosok Eisen, seorang karakter dari serial Frieren, yang mengajarkan bahwa rasa takut bukanlah musuh, melainkan bagian dari diri yang harus kita peluk.
Eisen: Tameng yang Berdiri di Tengah Ketakutan
Eisen adalah seorang dwarf warrior, anggota dari party legendaris yang beranggotakan Himmel sang pahlawan, Frieren sang mage, Heiter sang pendeta, dan dirinya sendiri sebagai tameng yang tak tergoyahkan. Dalam setiap pertempuran melawan Raja Iblis, Eisen berdiri di garis depan, melindungi rekan-rekannya dengan tubuhnya yang kuat dan kokoh.
Namun, dibalik tubuhnya kuat, Eisen menyimpan sebuah rahasia yang mungkin cukup kontradiktif dengan sosoknya: ia adalah seorang penakut. Tidak jarang, saat menjelang sebuah pertempuran tangannya gemetar saat hendak menghadapi musuh yang jauh lebih besar dan kuat. Tapi, apa yang membuat Eisen istimewa adalah penerimaannya terhadap rasa takut itu. Ia tidak menyangkal atau melawannya. Sebaliknya, ia membiarkan rasa takut itu ada, sebagai pengingat akan keterbatasannya dan sebagai pendorong untuk tetap maju.
“Ketakutanku Lah yang Membawaku Sampai di Sini”
Ada sebuah adegan yang menggambarkan seperti apa sebenarnya karakter Eisen itu. Saat party nya hendak menghadapi monster yang terlihat sangat kuat, Frieren melihat tangan Eisen gemetar. Lalu Frieren bertanya pada Eisen apakah ia merasa takut. Eisen dengan tenang menjawab, “Ya.”. Alih-alih menyangkalnya, Eisen justru terang-terangan mengakui kalau saat itu dia sedang ketakutan. Tapi kemudian, Eisen mengatakan itu bukan masalah. Karena ia kemudian mengatakan, “Ketakutanku lah yang membawaku sampai disini.” Sebuah pengakuan yang sederhana namun dalam.
Dalam momen itu, Eisen mengajarkan kita bahwa rasa takut bukanlah sesuatu yang harus dihindari. Justru, rasa takut dapat menjadi kompas, mengingatkan kita untuk berhati-hati, untuk tidak meremehkan apa yang ada di depan. Menjadikannya tidak hanya kuat, tapi bijak dalam bertarung. Selain itu, Eisen juga menunjukkan bahwa rasa takut tidak boleh menjadi rantai yang mengikat langkah kita. Eisen tetap berdiri di hadapan monster itu, meski dengan tangan gemetar. Baginya, keberanian bukanlah absennya rasa takut, melainkan kemampuan untuk tetap berdiri meski sedang dihantui olehnya.
Masa Lalu yang Dibalut Penyesalan
Namun, bagaimana Eisen bisa sampai pada pemahaman ini? Jawabannya terletak pada masa lalunya yang penuh penyesalan. Ketika desanya diserang oleh pasukan Raja Iblis, Eisen memilih melarikan diri. Sebuah keputusan yang menyelamatkan nyawanya, tetapi meninggalkan luka batin yang dalam. Sebagai seorang dwarf, ia merasa telah mengkhianati kehormatan dan keberaniannya. Namun, alih-alih terpuruk dalam rasa bersalah, Eisen memilih untuk berdamai dengan penyesalannya.
Baginya, rasa takut yang mendorongnya melarikan diri di masa lalu adalah bagian dari dirinya yang tidak bisa diubah. Tapi, ia bisa belajar darinya. Penyesalan itu menjadi bahan bakar untuk melangkah maju, untuk tidak lagi lari di hadapan bahaya, dan untuk menjadi sosok yang lebih bijak. Masa lalunya tidak lagi menjadi beban, melainkan pijakan untuk menjadi lebih kuat. Mengubahnya dari sosok yang ia anggap sebagai pengecut terbesar, menjadi sosok yang berdiri paling depan melawan Raja Iblis.
Pelajaran dari Eisen untuk Stark
Setelah menuntaskan misinya melawan Raja Iblis, Eisen memilih untuk pensiun dan menjadi mentor bagi Stark, muridnya. Dalam sebuah latihan satu lawan satu melawan Eisen, Stark mengungkapkan keraguannya, merasa kecil dibandingkan Eisen yang ia anggap sangat kuat. Eisen hanya terdiam dan berkata, “Cara untuk menghadapi musuh yang kuat adalah untuk tidak menyerah dan terus berdiri. Bagi seorang warrior, mereka yang terakhir berdiri adalah pemenangnya.”
Kata-kata ini menyiratkan filosofi hidup Eisen: keberanian bukanlah soal tidak pernah jatuh, melainkan soal selalu bangkit kembali. Ia mengajarkan pada Stark, dan kita semua, bahwa menghadapi rasa takut adalah sebuah proses. Tidak ada jalan pintas, tetapi akan selalu ada kekuatan yang muncul dari dalam diri kita jika memilih untuk tetap berdiri. Karena pada akhirnya, hidup bukanlah soal siapa yang terkuat. Melainkan siapa yang mampu berdiri hingga akhir.
Refleksi: Berdamai dengan Rasa Takut
Eisen adalah cerminan dari apa yang bisa terjadi jika kita berhenti memusuhi rasa takut. Ia menunjukkan bahwa rasa takut tidak harus menjadi hal yang memalukan atau menghalangi. Sebaliknya, rasa takut adalah pengingat bahwa kita manusia, bahwa kita hidup, dan bahwa kita peduli.
Ketika rasa takut itu datang, mungkin kita bisa belajar dari Eisen: untuk tidak lari, tetapi juga tidak melawannya. Biarkan ketakutan itu mengalir, kenali kehadirannya, dan izinkan ia menjadi teman seperjalanan. Karena keberanian sejati, seperti yang diajarkan Eisen, bukanlah soal tidak pernah merasa takut, tetapi soal tetap melangkah, bahkan ketika ketakutan itu masih ada di sisi kita.
Jadi, jika suatu saat tanganmu gemetar saat sedang menghadapi sesuatu yang besar, ingatlah filosofi yang diajarkan oleh Eisen. Usap telapak tanganmu hingga hangat, lalu kepalkan sambil berkata pada dirimu sendiri: “Ketakutanku lah yang membawaku sampai disini.”
Leave a Reply