Kata-kata Dan Kenirmaknaan

kata-kata nirmakna

Sudah lelah rasanya aku berkata-kata. Untuk apa? Kata-kata sudah tak lagi mampu menjalankan tugasnya dengan baik: menyampaikan arti dan makna untuk setiap pemikiran dan perasaan. Seharusnya itu adalah fungsi dasarnya, bukan? Tapi lihat sekarang. Sudah lupa kapan terakhir kali aku merasakan kata-kata ku menjalankan tugasnya dengan baik. Apa ada yang salah dengan kata-kata ku? Atau setidak berharga itukah kata-kataku untuk di dengar? Atau mungkin, kata-kata sendiri sudah malas bekerja, karena mereka tahu, orang sudah tidak lagi mengenali apa itu arti dan makna?

Di dunia ini, entah siapa yang masih peduli tentang arti dan makna. Setiap orang sibuk dengan kata-katanya sendiri. Yang bahkan mereka sendiri saja tidak tahu apa yang mereka katakan. Apa peduli mereka? Mereka hanya peduli dengan ruang kosong. Manusia sekarang itu risih dengan ruang kosong. Makanya lantas mereka berlomba-lomba mengisinya dengan… omong kosong. Ya, omong kosong. Yang tidak tahu dari mana dasarnya, apa artinya dan maknanya. Mereka tidak paham, mereka tidak peduli. Apa peduli mereka? Jadi jangan kau suruh mereka sesekali buat mendengarkan perkataanmu. Karena sibuk mengisi ruang kosong dengan omong kosong. Bahkan lubang kosong yang ada di telinga mereka saja sudah penuh sesak dengan omong kosong mereka sendiri. Dua-duanya. Kiri dan kanan.

Padahal dulu kata-kata terasa begitu megah. Kata-kata lah yang menjadi tanda sebuah kemajuan peradaban manusia. Sudah tidak terhitung berapa jumlah kata yang pernah diucapkan sepanjang sejarah manusia berbicara. Dirancang dan dibuat melalui proses berbudaya yang panjang agar di masa depan, manusia bisa berbicara seperti sekarang. Tapi coba sekarang lihat. Lihat! Kata-kata dibiarkan berceceran begitu saja dipinggir jalan, bercampur dengan sampah dan daun kering! Kata-kata yang dulu dimasak matang-matang oleh leluhur kita, diinjak-injak bersama dengan sampah-sampah lain! Sedemikian tidak berharganya kah kata-kata bagi manusia jaman sekarang? Bahkan petugas kebersihan jalan saja lebih memilih membersihkan sampah dan daun kering ketimbang kata-kata yang berceceran di pinggir jalan! Ketika kutanya mengapa jawab mereka, “Terlalu banyak tuan, sudah lelah kami membersihkannya. Lagi pula bank sampah kami tidak akan cukup menampung omong kosong di jalan-jalan itu.” Hah.. garuk kepala aku mendengarnya. Mungkin memang benar kata Pak Seno Gumira dalam cerpennya, “Kata-kata sudah luber dan tak lagi dibutuhkan.”

Kata-kata yang seharusnya membawa terang malah menciptakan bayangan yang menelan segala pencerahan. Kata-kata yang seharusnya memberikan nilai untuk setiap perasaan, pikiran dan keberadaan dalam hidup manusia, justru menciptakan nirmakna yang mengacaukan segala bentuk apresiasi dalam kehidupan manusia. Membuat jarak yang tak terjembatani antara maksud dan pemahaman. Dan di celah jarak itu.. prasangka, niat buruk, salah paham, dan berbagai jenis luka yang pernah dirasakan umat manusia.. tumbuh subur dan liar di atasnya. Kemana perginya arti dan makna? Apa yang sudah kita perbuat sampai arti dan makna menghilang dari keberadaannya. Apa yang tersisa untuk kita, jika niat baik dalam kata-kata saja bisa diubah menjadi pisau tajam untuk membunuh. Apa guna kata-kata? Apa guna berbicara?

Sampai di titik ini mungkin beberapa dari kalian akan bingung dan tertawa. “Katanya kamu sudah lelah dengan kata-kata. Kok masih pakai kata-kata buat mengeluarkan keluh kesah? Sadar diri dong! Bukannya kamu sendiri yang bilang kata-kata sudah tidak ada maknanya lagi? Mana pendirian mu?” Haah.. Ya, silahkan tertawa untuk ini. Sebuah ironi yang tak dapat kuhindari ini memang layak untuk ditertawakan. Tapi, ditengah gelak tawa itu, aku justru merasa sedikit lega, sambil menyematkan sedikit rasa syukurku pada semesta. Karena disaat itulah aku tahu, “Ah, ternyata kata-kataku masih menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka tidak sepenuhnya meninggalkanku. Dan orang-orang, masih mau mendengarkan barang sedikit.” 

Ya, aku memang sudah lelah dengan kata-kata. Yang ku kenal dulu berbeda dengan yang ku kenal sekarang. Tapi aku masih menyukai kata-kata. Mereka lah yang sudah menjagaku tetap hidup, dari dulu hingga sekarang. Dalam diamnya, mereka selalu memvalidasi setiap pikiran dan perasaanku disaat tidak ada satupun orang di dunia ini yang sudi mendengarkan. Kata-kata, memang sudah berubah dari apa yang ku kenal, tapi mereka juga masih setia hadir ketika aku membutuhkan mereka. Jadi kuputuskan, meski nantinya hubunganku dengan mereka menjelma menjadi sebuah hubungan yang toxic, aku akan tetap menjaga hubungan ini. Berjalan beriringan, meski disela-selanya selalu disusupi umpatan dan caci-maki. Aku akan terus mengabdikan diriku pada kata-kata, sampai arti dan makna menemukan kembali kehadirannya di dunia ini.

Penulis

Tagar terkait :


Popular Posts

2 responses to “Kata-kata Dan Kenirmaknaan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *