Category: Jam 3 Pagi

Ruang untuk mendokumentasikan segala macam bentuk lamunan dan kontemplasi yang suka tiba-tiba muncul seenaknya di jam 3 pagi. Jadi waktu dan tempat kami persilahkan.

  • Kesendirian Bermartabat

    Kesendirian Bermartabat

    Draft dari surat ini ditulis dengan rokok di tangan kiri dan ballpoint di tangan kanan. Cuaca di luar berubah-ubah, sangat cocok dengan saya: selaras dengan pikiran dan perasaan yang selalu bergerak — tak pernah sepenuhnya menetap. Pembaruan tidak selalu berarti hal baik dalam tolok ukur ego. Kadang ia datang melalui perjumpaan yang manis, kadang hinggap…

    baca selengkapnya: Kesendirian Bermartabat
  • Cinta Sebagai Perjalanan

    Cinta Sebagai Perjalanan

    Cinta selalu jadi topik yang nggak ada habisnya—menginspirasi seni, sastra, dan filsafat dari zaman ke zaman. Tapi kalau dipikir-pikir, cinta itu nggak cuma sekadar perasaan menggebu-gebu atau cerita manis di layar kaca. Bagaimana kalau kita mencoba melihat cinta dari sisi yang berbeda? Bagaimana bila cinta bukan soal menemukan akhir yang sempurna, tapi tentang bagian dari…

    baca selengkapnya: Cinta Sebagai Perjalanan
  • Di Antara Pemikir dan Penonton

    Di Antara Pemikir dan Penonton

    Mort tiba di aula diskusi dengan langkah pelan, mengenakan jaket hitam lengkap dengan kaos dan celana jeans yang juga serba hitam. Matanya menyapu ruangan yang dipenuhi manusia dari berbagai latar belakang—dosen, mahasiswa, orang-orang yang terlalu serius memikirkan hidup, dan beberapa yang hanya datang demi kopi gratis. Dan di sana, duduk di barisan belakang, wanita yang…

    baca selengkapnya: Di Antara Pemikir dan Penonton
  • Percakapan di Sebuah Kafe

    Percakapan di Sebuah Kafe

    Hujan baru saja reda ketika seorang pria berpakaian serba hitam memasuki sebuah kafe di sudut kota. Langkahnya tenang, tidak tergesa, seakan dunia berjalan dalam ritmenya sendiri saat ia melangkah. Ia memilih meja di sudut ruangan, dekat jendela, di mana cahaya lampu jalan memantulkan bayangan samar di atas meja kayu yang sudah mulai usang. Tak lama,…

    baca selengkapnya: Percakapan di Sebuah Kafe
  • Berkelok Menuju Persimpangan Pertama

    Berkelok Menuju Persimpangan Pertama

    Untungnya aku tidak pingsan. Entah berapa kali bogem mentah mendarat di perut dan pipi kiriku. Saat kejadian hangat-hangatnya selesai dan aku bisa pulang terpincang-pincang, sekelebat pikiran melintas. Aku menyalahi aturan sendiri. Tidak ada kontak langsung dengan pembeli, pembayaran selalu lewat rekening bersama. Semua terabaikan lantaran bayaran yang lebih lumayan.  Sepanjang perjalanan pulang, bus antar kota…

    baca selengkapnya: Berkelok Menuju Persimpangan Pertama
  • Dokumentasi Eksplorasi Sogem V1

    Dokumentasi Eksplorasi Sogem V1

    Walaupun nanti tulisan ini akan terbenam dalam-dalam, tonggak daya cipta karya ini harus tegak berdiri. Jika dimasa depan pembaca menemukan tulisan yang mungkin sudah tua ini, selamat! Saya pribadi tidak begitu pandai memelihara kegusaran, oleh sebab itu perlu dimulai lewat artikel ini. Ngulik Enak telah mencapai titik di suatu cakrawala, yang secara… saya tidak punya…

    baca selengkapnya: Dokumentasi Eksplorasi Sogem V1
  • Manusia, Kehidupan, dan Api Unggun

    Manusia, Kehidupan, dan Api Unggun

    Manusia pada hakikatnya akan selalu tertarik dengan api. Entah itu api rokok, api kembang(?), api asmara, api kehidupan, api rumah tangga atau mungkin api pertikaian. Tapi kita tidak akan membahas api-api yang itu. Kita akan membahas api yang lebih sederhana dan hangat. Api unggun. Pernahkah terlintas di pikiran kalian mengapa di setiap acara perkemahan, di…

    baca selengkapnya: Manusia, Kehidupan, dan Api Unggun
  • Mercusuar Satu

    Mercusuar Satu

    “Aku tahu, buku inilah yang secara tidak langsung mempertemukan kita.” Katanya dengan membuka-buka halaman Surat-Surat Untuk Dahlia, dia melanjutkan, “tidak pernah sekalipun kamu menceritakan padaku dengan bangga.” Aku hanya memandanginya saat jemari-jemari lentik itu berhenti pada beberapa lembar terakhir.  “Bahkan terdapat soneta di sini. Yang entah, aku merasa kalau kamu dengan sungguh-sungguh menyembunyikan sesuatu.” Aku…

    baca selengkapnya: Mercusuar Satu
  • Doremidi

    Doremidi

    Terima kasih kepadamu, kalian, yang dengan sukarela membacakan buku-buku. Tak terhitung eksemplar yang dicetak ulang melintasi zaman umat manusia, di atas muka bumi ini. Satu dua paragraf dari potongan kue yang menjulang menggelitik semesta. Mataku tidak sadar mengikuti arah menjulangnya lembaran catatan sejarah, kepedihan, petaka, dan pesta umat manusia menuju langit, atas nama Tuhan dan…

    baca selengkapnya: Doremidi
  • Sepatu yang Kujahit, Karena Aku Menyayanginya

    Sepatu yang Kujahit, Karena Aku Menyayanginya

    Sepatu yang kujahit, karena aku menyayanginya. Memandangi sepatu Converse hitam lusuh, dua garis jahitan melingkar menjadikannya mirip frankenstein, pikirku. Cukup mengejutkan, sepasang kanvas kumal ini bisa bertahan satu dekade. Mengingat pengalamanku dengan kebendaan yang digunakan sebagai sarana formalitas, atau sekedar gaya ini, seringkali lumat hanya dalam hitungan satu atau dua tahun. Abaikan warnanya yang—lebih mirip…

    baca selengkapnya: Sepatu yang Kujahit, Karena Aku Menyayanginya