Validasi Diri

Validasi diri

Pernah nggak sih kamu ngerasa sedikit lebih bahagia waktu story-mu dilike banyak orang? Atau sebaliknya, jadi baper berat waktu pendapatmu dikritik habis-habisan di grup WhatsApp? Kalau iya, tenang—kamu nggak sendiri.

Kita hidup di era digital, di mana satu tombol “like” bisa jadi doping semangat, dan satu komentar nyinyir bisa jadi pemicu krisis eksistensial kecil-kecilan. Tapi pertanyaannya, apakah kita benar-benar butuh validasi dari orang lain untuk merasa cukup? Atau kita cuma lupa membangun jangkar dari dalam diri sendiri?

Validasi Eksternal Itu Wajar, Kok

Mari kita mulai dari kabar baik: mencari pengakuan itu manusiawi. Serius.

Sebagai makhluk sosial, kita secara biologis didesain untuk peduli dengan opini orang lain. Dulu, di zaman manusia masih berburu pakai tombak dan daun, pengakuan kelompok bisa jadi penentu hidup-mati. Kalau kamu dikucilkan, ya kamu tidur sendirian di hutan ditemani suara serigala lapar. Enggak lucu.

Jadi wajar banget kalau kita senang ketika orang menyetujui ide kita, memuji karya kita, atau sekadar kasih emoji tepuk tangan. Itu validasi eksternal—dan itu enggak salah.

Masalahnya muncul kalau kita terlalu menggantungkan nilai diri kita pada validasi itu.

Ketika Validasi Jadi Ketergantungan

Gampangnya gini: validasi eksternal itu kayak garam. Kalau dipakai secukupnya, makanan jadi nikmat. Tapi kalau kamu tuang satu liter garam ke dalam sop, ya jelas itu bukan makanan—itu sabotase.

Aku sendiri pernah ada di fase di mana harga diriku naik-turun kayak grafik saham kripto, cuma karena komentar atau pujian dari orang lain. Rasanya? Capek. Gokil banget capeknya.

Kita jadi kayak perahu tanpa jangkar, hanyut ke mana-mana tergantung ombak opini orang lain. Satu pujian bikin senyum seharian. Satu kritik bikin overthinking sampai jam tiga pagi. Dan itu bukan cara hidup yang sehat, apalagi bahagia.

Validasi Internal: Power Bank Sejati

Solusinya bukan jadi batu yang anti kritik atau sok cuek. Solusinya adalah bangun validasi internal.

Validasi internal itu kayak power bank pribadi—nggak perlu colokan eksternal buat bisa menyala. Ini kemampuan buat bilang ke diri sendiri, “Gue oke, bahkan kalau nggak ada yang bilang gue oke.”

Caranya?

  • Dengarkan pendapat orang lain, tapi jangan ditelen mentah-mentah. Filter pakai logika dan intuisi.
  • Kenali nilai-nilai yang kamu pegang. Apa yang penting buat kamu, bukan buat algoritma.
  • Belajar kasih apresiasi ke diri sendiri. Bikin “self high five” itu normal lagi.

Semakin kuat validasi dari dalam, semakin tahan kamu terhadap komentar-komentar yang berubah-ubah. Kamu nggak gampang tumbang, tapi juga tetap terbuka buat berkembang.

Cuek Dikit, Sehat Kok

Kadang-kadang, yang kamu butuhkan bukan saran dari semua orang—tapi kepercayaan dari diri sendiri.

Orang-orang paling sukses di dunia ini adalah mereka yang berani “ngegas” saat semua orang bilang, “jangan.” Dari tokoh ilmiah sampai karakter fiktif kayak Spongebob (yes, I said it), mereka semua punya satu kesamaan: mereka tahu siapa diri mereka, dan nggak nunggu izin untuk jadi diri sendiri.

Cuek sedikit bukan berarti anti sosial. Cuek sedikit artinya kamu tahu kapan harus mendengar, dan kapan harus bilang, “Thanks, but I got this.”

Like Itu Bonus, Bukan Kebutuhan Pokok

Jadi, validasi dari orang lain itu penting? Yes. Tapi bukan satu-satunya hal penting.

Kita butuh komunitas, butuh koneksi, dan kadang butuh tepukan di pundak. Tapi jangan biarkan hidupmu dikendalikan oleh seberapa keras orang lain menepuk pundakmu.

Bangun rumahmu di atas fondasi yang kamu gali sendiri—bukan di atas pujian yang bisa hilang kapan aja.

Dan mulai sekarang, anggap like sebagai bonus. Validasi dirimu dulu sebelum berharap orang lain melakukannya.

Karena jangkar paling kuat adalah yang tertanam di dalam dirimu sendiri.

Tagar terkait :


Popular Posts

One response to “Validasi Diri”

  1. Andrew Lagard Avatar

    Thank you, I have just been looking for information approximately this subject for ages and yours is the greatest I’ve found out so far. However, what about the bottom line? Are you positive in regards to the source?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *