Dokumentasi Eksplorasi Sogem V1

Dokumentasi eksplorasi

Walaupun nanti tulisan ini akan terbenam dalam-dalam, tonggak daya cipta karya ini harus tegak berdiri. Jika dimasa depan pembaca menemukan tulisan yang mungkin sudah tua ini, selamat! Saya pribadi tidak begitu pandai memelihara kegusaran, oleh sebab itu perlu dimulai lewat artikel ini. Ngulik Enak telah mencapai titik di suatu cakrawala, yang secara… saya tidak punya padanan kata yang sesuai untuk berkah yang kami para author dapatkan. Dokumentasi Eksplorasi. 

Sepasang kata yang menggandeng kegusaran bersamanya. Benar saja, jika saya menggagas betul-betul, dua kata tersebut menggendong banyak sekali “tanggung jawab” yang membuat saya benar-benar tidak tenang. 

“Kenapa dokumen-tasi? Kenapa Eksplorasi?” Jika saya menjawab bahwa segmen-segmen di Ngulik Enak merupakan bentuk konkretnya, ah… meskipun itu sangat menjawab, saya pribadi merasa belum terpuaskan. Baik, karena saya membuat artikel ini untuk pribadi yang suka membaca, saya akan mencoba membeberkan, dan yang terpenting adalah dapat memuaskan hasrat pribadi saya.

Menekuni Salah Satu Cabang Seni

saya mengatakan bahwa menekuni salah satu cabang seni memang obat yang mujarab. Meskipun saya bukan seorang seniman. Melalui seni, setidaknya saya bisa sedikit mengintip kalau dirinya masih waras. Artikel ini tidak ada ajakan untuk refleksi diri, karena sudah ada segmen dan banyak artikel di sini yang bertugas untuk itu. Sastra, musik, akting, seni rupa, fotografi, tari, patung & instalasi, kaligrafi & tipografi, kuliner & gastronomi, bahkan seni digital, dan ini belum semuanya. 

Tidak muluk-muluk, hal ini menjadi perlu, karena keberadaan Ngulik Enak sendiri ditengarai oleh rangkaian kebiasaan, kejadian, dan persoalan-yang selalu terjadi dalam lingkup hidup manusia itu sendiri. Fakta bahwa semakin dewasa, semakin mudah tercekik, itu benar menurut saya pribadi. Saya dan Bung Esteh yang kala study sampai awal 2020 kerap menggelar meja dan kursi dingin Indomaret, untuk-ya… saya memuntahkan banyak sekali kejengkelan yang sebenarnya itu-itu saja. 

“Kenapa tidak kita dokumentasikan saja dinamika yang ‘lumrah’ berjalan ini.” Oke, ini agak dramatis, kalimatnya tidak persis demikian, tapi muatannya sama. Media paling murah dan mudah adalah Blogging. Padahal saya sendiri masih payah menulis. Mencoba dulu, adalah jalan paling realistis yang bisa kami berdua percayai.

Bincang-bincang sampai langit hitam mulai kebiruan di ufuk timur. Diskusi memuncak sampai ke inti. Sudut pandang pro-kontra, solusi serius sampai “apa yang ada dulu” mulai terbit bersamaan fajar lewat jam tiga pagi. 

Secara khusus dan personal, saya memang mendedikasikan tulisan-tulisan dan bahan-bahan karya yang saya miliki untuk Ngulik Enak. Karena, kelima panca indera yang saya miliki untungnya cukup mampu menyerap informasi, yang kadang membingungkan “kapan akan terpakainya”. Jelas, kegiatan dini hari ini tidak pragmatis. Fakta bahwa saya mulai tumbuh dalam kesayaan juga karena Blog ini ada. Kesempatan tanpa batas selalu mengudara, siap sedia menampung suara. Coba kalau saya tekuni. Setidaknya, tulisan-tulisan saya dimasa depan tidak akan terlalu payah.

Tempat “menaruh” dokumen sudah beres. Walaupun faktanya butuh bertahun-tahun sampai kami ketok palu, ‘ah… inilah Ngulik Enak yang seharusnya’. Kalau ada yang bilang mudah kalau tahu caranya, mbahmu! Untuk mendapatkan ‘tahu’ caranya setiap pribadi prosesnya bisa ngga karu-karuan, cuk!

Yah… begitu. 

Kami tahu dimana akan menyimpan apapun itu. Kenapa bawa-bawa seni? Lha menulis kan nyeni. Tekun yang berarti sungguh-sungguh, membawa saya menjadi tidak peduli apa itu level pemahaman. Setiap hari membaca dan berjumpa hal baru, yang artinya saya jadi disadarkan kalau ternyata Sogem itu bodoh. Obat bodoh ya belajar. 5W1H cara belajar, yang artinya lagi, tidak ada batasan cara belajar. 

Menuruti minat, mengabadikannya, lebih-lebih bisa dinikmati kembali, selayaknya tulisan-tulisan di Blog ini, selain memperkuat klaim kalau Sogem bodoh, explorasi tidak kurang ada 5W1H-nya juga. Ringkasnya, ketika tahu sedikit, jadi ingin tahu lebih banyak, sudah tahu lebih banyak, ternyata ini baru 1 dari ketidakterbatasan. 

Dalam beberapa kesempatan, saya sempat menyelipkan beberapa pengalaman pribadi, yang entah disadari atau tidak oleh pembaca. Berada dalam satu lini masa yang sama, tempat dan situasi yang sama, tidak berarti saya memiliki sudut pandang yang sama dengan tokoh-tokoh dalam artikel. Berarti, kalau saya menanyakan kepada tokoh-tokoh tersebut “waktu itu apa yang kamu pikirkan?” Jawabannya jelas tidak akan terduga, bahkan absurd. 

Jika sudut pandang yang beragam, dan terus bertambah tersebut saya tulis? Tidak terbayang ada berapa banyak fakta, dan nilai moral yang kemudian terabadikan. Maksud saya, itu baru dalam bentuk tulisan. saya juga tidak kurang dalam kegemarannya dalam bermain alat musik, ayolah… gitar adalah alat musik lazim dan mudah sekali dijumpai. Payah juga, kok. Setidaknya, satu dua nada minor yang sengaja atau dipetik-kan oleh semesta, akan membawa beberapa getaran emosi, tiupan suasana, dan hangatnya air mata. Maaf, saya tidak sedang meromantisasi, tapi ini benar terjadi. Fotografi? Telepon genggam sudah bukan barang mewah. Hasilnya? Kegembiraan yang senada, seirama, satu rasa dengan kegiatan cabang seni lain. Kebetulan saya memang menaruh minat pada cabang-cabang seni yang baru saja disebutkan, dan mengalami kegembiraan bersamanya.  

Kegembiraan, adalah elemen paling penting dan utama, khususnya dari sudut pandang saya pribadi. Tanpa adanya kegembiraan, bagaimana bisa kita menikmati sesuatu? Oleh sebab itu, kita sisihkan dulu fakta bahwa hidup itu brengsek, jahanam, bejat dan nirmakna karena kita tidak pernah dimintai persetujuan untuk “ada”. Karena pada akhirnya, saya jauh lebih sibuk menikmati setiap kegembiraan dari cabang-cabang seni di atas. Saya menyukainya, saya melakukannya, saya terpuaskan, tidak ada satu orangpun dirugikan. Pahitnya fakta memang begitu, tidak bisa diubah, mau apa lagi? Berbekal sedikit kepongahan inilah, eksplorasi, setidaknya dari dalam diri saya sendiri kuat menggelora.

Eksplorasi tidak melulu bepergian secara fisik. Meskipun pengalaman penuh akan didapatkan dengan kegiatan yang lebih dinamis. Akan tetapi, saya yakin diantara pembaca ada yang memiliki keterbatasan untuk dapat bepergian, entah apapun itu alasannya. Tidak apa-apa sobat! Ada buku-buku cetak dan elektronik yang sudah mengantri untuk menceritakan lini masa mereka, ide-ide, sudut pandang, dan masih banyak lagi. Layar monitor yang sedang kalian pandang lekat-lekat saat membaca tulisan ini adalah jendela revolusioner dalam menapaki eksplorasi. Hal yang paling penting adalah kita semua memiliki seperangkat alat berpikir yang kompleks! Jika pembaca merasa tidak setuju, meragukan, atau bahkan menentang tulisan ini. Bagus! Setidaknya selain kalian membaca, kalian juga berpikir. Itu bukti nyata.

Tanpa mengurangi rasa hormat, dan tanpa adanya niat menggeser makna eksplorasi. Saya ingin mengatakan bahwa, memberi makan rasa ingin tahu, yang minimal bermanfaat untuk diri sendiri dan tidak merugikan orang lain, adalah kegiatan yang penting! Syukur dan mujur, jika kita bisa bepergian, menghadapi situasi lapangan yang sebenarnya, kalau tidak atau belum memiliki kesempatan untuk itu? Teknologi modern, seperti yang saya katakan, mengapa ini bisa menjadi alat yang mutakhir. Kemudian berbahaya atau tidak, halah… pisau dapur kan bilah tajam, toh kalau digunakan dengan benar juga tidak jadi soal!

Durung Kobong Berarti Durung Njajal!

Saya pernah mengutip kalimat ini di beberapa artikel, dan tidak terhitung lagi kalimat ini terucap di dunia nyata. Lakon yang pertama kali mencetuskannya adalah seorang pengajar yang hampir purna tugas. Kalimat ini merujuk pada kejadian singkat, ketika salah satu kawan ditanya apakah sudah mencoba mempraktekkan dalam lingkup tertentu, dijawab sudah oleh kawan saya. Beliau sebagai pengajar diam sejenak, kemudian mengatakan “Durung kobong! Berarti durung njajal!.” Belum terbakar, berarti belum mencoba. Setelah bertahun-tahun, dan kami para author terbiasa dengan kalimat ini secara pragmatis, saya secara pribadi baru menyadari belakangan, bahwa ini kalimat  yang tidak lazim. 

Pemaknaan kami secara ringkas merujuk pada percobaan. Terus mencoba, sampai ada petunjuk keberhasilan. Ya, suatu percobaan yang berhasil bukan berarti kegiatan itu rampung. Akan ada hal-hal lain, atau lebih umum kita sebut dengan penyempurnaan. Perlu diingat, bahwa saya adalah seorang awam. Bukan seniman, bukan juga peneliti. Saya adalah pengabdi impian yang sampai tulisan ini terbit dan dibaca kembali, impian tersebut semakin tinggi menyapu bintang-bintang di langit. 

Jika… apa yang kami author harapkan dan ingin capai adalah sesuatu yang tampak jauh, sukar sekali didekati, apa yang bisa dilakukan? Dicoba. Faktanya, perangkat apa lagi yang author miliki kalau bukan tekad dan nekad. Kegagalan adalah perkara yang bisa basi. Karena disetiap dedikasi dan perjuangan, pasti satu paket dengan kegagalan. Oh… paling yang cukup terasa dan berdampak secara langsung adalah “seberapa kuat sumber daya” yang kami miliki. Benar saja, kami butuh “mengambil nafas” beberapa kali, ya wajar saja, toh kami memang berangkat dari awam. Sumber daya, ilmu, jejaring, dan lain sebagainya jelas memiliki keterbatasan yang susah sekali diingkari. 

 Bertolak dari kalimat yang terus jadi “mantra” kami itu, memperjelas apa yang sedang kami lakukan. Eksplorasi, kegiatan lanjutan dari memberi makan rasa ingin tahu, dan melewati serangkaian uji coba. Singkatnya, Dokumentasi Eksplorasi yang kami lakoni ini adalah akumulasi dari para author yang “ngeyel” dan getol, sekaligus rasa tidak puas atas segala macam jawaban yang tersedia. Tentu saja, saya bisa mengatakan dengan gamblang bahwa tidak ada barang tabu jika kita meragukan sesuatu. 

Mengulik Enak

Tulisan ini murni berdasarkan sudut pandang Sogem. Berdasarkan apa yang saya pikirkan dan yang saya bisa ingat. Karena barangkali ada yang terlewat. Tidak masalah, tidak akan merubah kecintaan saya pada pendokumentasian eksplorasi ini. 

Preferensi, perspektif, persepsi yang dikombinasikan menjadi satu. Dalam kurun waktu lima sampai sepuluh tahun mendatang, sudah pasti akan terjadi perubahan tulisan saya. Gaya, struktur, ide, dan lain sebagainya. Soal ini, saya jadi terbayang 2 band besar yang karya-karyanya sering menggaung di telinga. The Beatles yang senantiasa dinamis, dan The Rolling Stones yang setia dengan rock ‘n roll. 

Mendokumentasikan perjalanan adalah sebuah keputusan yang dipilih. Bagaimana bentuk dokumentasinya lebih besar dipengaruhi oleh kombinasi preferensi, perspektif, dan persepsi. Saya berusaha memelihara keberuntungan yang anteng bernaung dibawah keparatnya hidup. Sah-sah saja kalau saya kemudian menempatkan The Beatles sebagai percontohan, senantiasa dinamis. Perubahannya akan seperti apa, menjadi apa, dan berakhir seperti apa. Ngulik Enak, sudah cukup bagi saya untuk menjadi bentuk konkret pemaknaan. Artinya, saya pensiun sebagai author kalau raga saya sudah dikubur.

Tagar terkait :


Popular Posts

One response to “Dokumentasi Eksplorasi Sogem V1”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *