Free Will vs Determinisme

Ç

Pernah nggak sih kamu kepikiran, seberapa bebas kita dalam mengambil keputusan? Apakah kita benar-benar punya kendali penuh atas hidup ini, atau semuanya sudah ditentukan sejak awal? Pertanyaan ini sudah bikin para filsuf, ilmuwan, dan orang-orang yang suka overthinking berdebat selama ribuan tahun.

Biasanya, perdebatan ini terjebak di dua kubu besar:

1. Kubu Free Will (Kehendak Bebas) → “Kita bebas menentukan jalan hidup!”

2. Kubu Determinisme → “Semuanya sudah ditentukan dari awal, bro!”

Tapi, bagaimana kalau ternyata kedua gagasan ini bukan sesuatu yang bertentangan? Bagaimana kalau free will dan determinisme justru saling terhubung?

Manusia Itu Punya Free Will, Tapi…

Kalau dipikir-pikir, manusia jelas punya kehendak bebas. Kita bisa memilih mau makan apa, pakai baju warna apa, atau mau rebahan seharian sambil scrolling media sosial. Kehendak bebas ini muncul dari pikiran dan perasaan kita sendiri.

Misalnya, kamu lagi laper. Pilihannya ada dua: pesan nasi goreng atau makan mie instan. Pikiranmu langsung memproses, “Hmm, nasi goreng kayaknya lebih enak, tapi masaknya lebih ribet. Mie instan lebih cepat, tapi udah makan kemarin.” Akhirnya, kamu mutusin buat pesen nasi goreng. Nah, keputusan ini lahir dari free will. Kamu yang milih, bukan orang lain.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa kita memang bebas berpikir dan menentukan pilihan. Tapi… apakah pilihan kita selalu bisa terwujud?

Di Sini Lah Determinisme Main Peran

Bayangkan ada seseorang yang ingin jadi atlet lari tercepat di dunia. Dia berlatih keras, makan sehat, dan latihan setiap hari. Tapi, takdir berkata lain: sejak lahir, dia punya kondisi genetik yang membuat kakinya nggak bisa bekerja seoptimal orang lain. Apakah ini salahnya? Enggak. Apakah dia bisa memilih kondisi fisiknya? Enggak juga.

Inilah determinisme. Ada faktor-faktor di luar kendali kita yang memengaruhi hasil dari keputusan yang kita ambil. Kita bisa bebas memilih, tapi realitas yang terjadi tetap dipengaruhi oleh berbagai hal yang sudah “ditentukan” sejak awal, seperti:

  • Kondisi lahir.
    Kita nggak bisa milih lahir di keluarga kaya atau miskin.
  • Lingkungan tempat tumbuh
    Pendidikan, akses informasi, dan kebudayaan sekitar juga berpengaruh pada pilihan hidup kita.
  • Faktor biologis
    Ada yang lahir jenius, ada yang butuh usaha ekstra buat belajar.
  • Keadaan eksternal
    Bisa jadi kamu niat kuliah di luar negeri, tapi tiba-tiba ada krisis ekonomi yang bikin rencana itu batal.

Dua Sisi Koin yang Sama

Jadi, apakah kita punya kehendak bebas? Iya.

Apakah hasilnya selalu sesuai dengan kehendak kita? Belum tentu.

Inilah yang bikin free will dan determinisme bukan dua hal yang bertentangan, tapi justru saling melengkapi. Kamu bebas memilih jalan hidupmu, tapi ada faktor-faktor di luar kendali yang ikut menentukan apakah pilihanmu bisa terwujud atau tidak.

Analoginya? Main Game Open World

Pernah main game open world kayak The Sims atau GTA? Kamu bebas ngelakuin apa aja dalam game, dari ngobrol sama NPC sampai ngacak-ngacak kota. Tapi, tetap ada batasan dalam game tersebut: aturan mainnya, skenario yang sudah ditentukan, bahkan bug yang bisa bikin karaktermu stuck di tembok.

Nah, hidup kita mirip kayak gitu. Kita bisa memilih dan berusaha, tapi tetap ada aturan main yang ditetapkan oleh dunia ini.

Kita Bebas, Tapi Ada Batasnya

Jadi, kalau ada yang bilang “hidup kita sudah ditentukan,” ya… ada benarnya. Tapi kalau ada yang bilang “kita bebas menentukan segalanya,” ya… nggak sepenuhnya benar juga. Free will dan determinisme itu kayak tarian antara pilihan dan realitas. Kita bebas memilih, tapi dunia tetap punya caranya sendiri untuk menentukan hasil akhirnya.

Jadi, daripada sibuk debat, lebih baik kita pahami bahwa yang penting itu bukan apakah kita bebas atau tidak, tapi bagaimana kita memanfaatkan kebebasan yang kita punya dalam batasan yang ada.

Tagar terkait :


Popular Posts

One response to “Free Will vs Determinisme”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *