Mengulik Bias Kognitif

bias kognitif

Pernah nggak sih kamu ngobrol sama seseorang yang keras kepala banget, dan nggak peduli berapa banyak fakta yang kamu sodorin, dia tetep kukuh sama pendapatnya? Bisa jadi dia (dan kita juga!) sedang kena jebakan Bias Konfirmasi.

Bias Konfirmasi: Cuma Mau Lihat yang Enak di Mata

Bias ini bikin kita cenderung nyari dan percaya sama informasi yang mendukung pendapat kita, sambil nge-skip atau ngecilin arti informasi yang bertentangan. Dengan kata lain, kalau kita udah punya keyakinan tertentu, semua yang kita lihat bakal kita pakai buat ngebela keyakinan itu.

Contoh gampangnya? Algoritma media sosial. Kamu sering like dan share teori konspirasi? Tenang, algoritma bakal kasih kamu lebih banyak teori konspirasi! Suka baca berita politik dari satu kubu aja? Siap-siap terjebak di gelembung yang isinya cuma itu-itu aja. Akhirnya, kita makin yakin sama sudut pandang kita, dan makin susah nerima hal yang berlawanan.

Bias Optimisme: Ngerasa Hidup Pasti Aman-Aman Aja

Bias ini bikin kita percaya kalau hal-hal baik pasti bakal terjadi pada diri kita, sementara yang buruk cuma kejadian di hidup orang lain.

Kita sering denger orang ngomong, “Ah, santai aja, pasti nggak bakal kena!” saat ngeremehin risiko. Padahal, bias optimisme ini bisa bikin kita malas siapin payung sebelum hujan. Contohnya? Banyak orang nggak nabung atau investasi karena ngerasa masa depan mereka bakal lancar jaya tanpa hambatan. Tau-tau, pas krisis ekonomi datang, langsung kaget dan bingung.

Tapi di sisi lain, bias ini juga bisa positif. Dia bisa mendorong kita buat lebih berani ngejar mimpi, karena kita percaya bakal berhasil. Jadi, yang penting adalah tetap optimis, tapi jangan sampai lalai!

Bias Afektif: Mood Kita yang Atur Cara Berpikir

Pernah nggak pas kamu lagi happy, semuanya keliatan bagus? Trus pas lagi bad mood, tiba-tiba dunia berasa kelam? Nah, itu namanya Bias Afektif.

Emosi kita sering banget ngaruh ke cara kita menilai sesuatu. Makanya, pas lagi marah, kita bisa bikin keputusan yang terlalu impulsif. Atau pas lagi bahagia banget, kita jadi terlalu percaya diri dan kurang hati-hati.

Contohnya? Coba deh inget keputusan belanja pas lagi happy—mungkin kamu jadi lebih boros karena “Ah, gak apa-apa, gue pantas bahagia!” Padahal, pas sadar saldo rekening, baru nyesel.

Kenapa Kita Harus Peduli?

Mengenali bias-bias ini bisa bikin kita lebih sadar sama cara kita berpikir dan bertindak. Dengan begitu, kita bisa ambil keputusan yang lebih rasional, nggak gampang terjebak di opini sempit, dan lebih terbuka terhadap sudut pandang lain.

Jadi, lain kali kalau kamu nemu seseorang (atau bahkan diri sendiri) yang keras kepala, terlalu optimis, atau gampang banget terpengaruh emosi, coba cek: jangan-jangan itu cuma bias yang lagi main di kepala kita!

Tagar terkait :


Popular Posts

One response to “Mengulik Bias Kognitif”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *