Ketika berbicara tentang anak bermasalah, tidak jarang kita mengaitkannya dengan kehilangan figur orang tua. Meski demikian, anak yang masih memiliki kedua orang tua pun tidak luput dari kemungkinan memiliki luka batin. Kehadiran orang tua tidak selalu identik dengan pemenuhan kebutuhan emosional anak. Artikel ini akan membahas bagaimana hilangnya figur orang tua, baik secara fisik maupun emosional, dapat memengaruhi perkembangan anak, serta langkah-langkah menuju pemulihan yang dapat diambil.
Luka Ayah dan Luka Ibu
Dalam buku The Art of Loving karya Erich Fromm, terdapat sebuah kutipan yang menarik:
“Setiap diri kita mendapatkan figur maskulin dan feminin dari orang tua. Seiring seseorang mengalami pendewasaan, dia menjadi ayah dan ibu bagi dirinya sendiri.”
Namun, bagaimana jika figur-figur tersebut tidak hadir secara optimal? Dalam psikologi keluarga, terdapat istilah father wound (luka ayah) dan mother wound (luka ibu). Kedua luka ini merujuk pada dampak emosional yang dialami anak akibat hilangnya peran ayah atau ibu, baik karena meninggal dunia, perceraian, kekerasan, atau ketidakmampuan orang tua menjalankan perannya secara penuh.
Ayah Sebagai Pelindung dan Pemandu
Figur ayah sering kali diasosiasikan dengan pelindung dan pengarah. Ayah adalah sosok yang mengajarkan anak untuk menghadapi dunia luar (outwardness), baik melalui dorongan untuk mandiri maupun pembentukan karakter yang kuat.
Untuk anak laki-laki, ayah adalah pelatih sekaligus panutan. Ayah membantu anak laki-lakinya mengembangkan maskulinitas yang sehat—menjadi pribadi tangguh tanpa kehilangan kelembutan. Namun, jika figur ini hilang, anak laki-laki bisa mengadopsi maskulinitas yang beracun atau, sebaliknya, menjadi pria yang minder dan terlalu terikat pada emosi internalnya.
Bagi anak perempuan, ayah adalah figur perlindungan emosional. Ia adalah “lelaki pertama” yang memberikan contoh bagaimana perempuan seharusnya diperlakukan oleh pria. Jika figur ini hilang, anak perempuan bisa merasa sulit mempercayai pria atau, dalam kasus lain, mencari figur pengganti ayah dalam bentuk hubungan yang tidak sehat.
Ibu Sebagai Peneduh dan Penerima
Ibu, di sisi lain, adalah simbol keteduhan dan penerimaan. Ia mengajarkan anak untuk mengenali dan menerima emosi dalam dirinya (inwardness). Anak laki-laki belajar kelembutan dari ibu, sedangkan anak perempuan melihat ibu sebagai cerminan emosinya.
Ketika figur ibu hilang, anak laki-laki mungkin kesulitan mengekspresikan emosi mereka dengan sehat, sedangkan anak perempuan bisa kehilangan kepercayaan diri atau merasa sulit membangun hubungan dengan perempuan lain. Dalam beberapa kasus, dominasi figur ibu yang negatif juga dapat menciptakan hubungan yang posesif atau manipulatif.
Dampak Kehilangan Figur Orang Tua
Hilangnya figur orang tua, baik secara fisik maupun emosional, dapat menciptakan luka batin yang mendalam. Berikut beberapa kemungkinan dampaknya:
Anak Laki-laki yang Kehilangan Ayah:
- Maskulin Beracun: Anak mengadopsi pola kekerasan atau otoritarian dari figur ayah yang negatif.
- Submaskulin: Anak menjadi terlalu sensitif, minder, dan menghindari maskulinitas.
- Ketertarikan Sesama Jenis: Dalam beberapa kasus, kebutuhan akan maskulinitas yang hilang dapat memengaruhi orientasi seksual anak.
Kehilangan Ibu:
- Minder dalam Hubungan: Anak kesulitan mempercayai perempuan dan sering kali merasa canggung dalam hubungan emosional.
- Playboy: Anak mencari “pengganti ibu” dalam hubungan romantis, sering kali dengan ekspektasi yang tidak realistis.
Anak Perempuan yang Kehilangan Ayah:
- Independent Berlebih: Anak menjadi terlalu mandiri dan sulit mempercayai pria.
- Overdependent: Anak mencari figur pengganti ayah dalam hubungan yang tidak sehat.
Kehilangan Ibu:
- Kurang Feminim: Anak merasa tidak nyaman dengan sisi femininnya dan sulit menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
- Terlalu Bergantung pada Ibu: Dalam kasus ibu yang posesif, anak perempuan bisa kehilangan identitasnya sendiri.
Langkah Menuju Pemulihan
Meski luka-luka ini tampak mendalam, pemulihan adalah hal yang mungkin dilakukan. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
- Mengenali Luka Batin
Langkah pertama menuju pemulihan adalah mengakui luka yang ada. Tanyakan pada diri sendiri: “Apa perasaan paling menyakitkan yang saya alami akibat hubungan dengan orang tua?” Dengan mengenali luka ini, kita bisa mulai memetakan jalan keluar. - Memahami Latar Belakang Orang Tua
Orang tua kita juga adalah individu dengan luka-luka mereka sendiri. Memahami latar belakang mereka dapat membantu kita melihat masalah dari perspektif yang lebih luas dan mulai melepaskan emosi negatif. - Belajar Menjadi Orang Tua bagi Diri Sendiri
Seperti yang dikatakan Fromm, pendewasaan berarti menjadi ayah dan ibu bagi diri sendiri. Kita dapat membangun kembali energi maskulin dan feminin yang sehat dalam diri kita, tanpa harus bergantung pada figur orang tua. - Melakukan Proses Memaafkan
Memaafkan bukan berarti melupakan atau membenarkan luka yang terjadi. Ini adalah cara untuk melepaskan beban emosional dan memutus siklus trauma yang mungkin kita teruskan pada generasi berikutnya. - Bekerja Sama dengan Profesional
Jika luka batin terasa terlalu berat untuk diatasi sendiri, jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog, konselor, atau terapis yang dapat membantu kita dalam proses pemulihan.
Penutup
Luka batin akibat hilangnya figur orang tua adalah pengalaman yang tidak dapat dihindari oleh banyak orang. Namun, luka bukanlah akhir dari segalanya. Dengan mengenali, memahami, dan memproses emosi tersebut, kita bisa belajar untuk menjadi pribadi yang lebih kuat dan penuh empati.
Seperti yang dikatakan oleh Rollo May, “Setiap luka adalah kesempatan untuk tumbuh.” Dengan kata lain, luka tidak hanya memberi kita rasa sakit, tetapi juga peluang untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa, lebih bijaksana, dan lebih mampu mencintai diri sendiri maupun orang lain.
Artikel ini semoga bisa menjadi langkah awal untuk memahami dan menghadapi luka-luka tersebut. Karena, pada akhirnya, proses pemulihan adalah hadiah terbesar yang bisa kita berikan pada diri kita sendiri dan generasi mendatang.
Leave a Reply