Sumeria ada di Mesopotamia, di antara dua sungai: Tigris dan Efrat. Lokasi ini bikin mereka jadi petani sukses dan bisa mengembangkan kota-kota besar seperti Uruk, Lagash, dan Ur. Tapi ironisnya, kehebatan mereka ini juga jadi awal dari kehancuran. Kenapa? Karena alam, politik, dan sedikit bumbu drama manusia.
Mari kita bahas satu per satu.
1. Perubahan Iklim: Ketika Sungai Jadi Musuh
Awalnya, sungai Tigris dan Efrat itu berkah buat pertanian. Tapi seiring waktu, sungai-sungai ini jadi bumerang. Bukti geologi menunjukkan sekitar tahun 2200 SM, ada kekeringan panjang yang bikin tanah jadi tandus. Tanaman mati, stok makanan menipis, dan rakyat mulai kelaparan. Dan kalau sejarah ngajarin kita sesuatu: Kelaparan = Kerusuhan.
2. Perang Tanpa Henti: Saudara Makan Saudara
Sumeria itu bukan satu kerajaan besar, tapi kumpulan kota-negara yang terus berantem kayak startup rebutan investor. Ur lawan Lagash, Uruk lawan Kish—pokoknya semua pengen jadi nomor satu. Dan pas mereka lagi sibuk ribut sendiri, datanglah bangsa lain: Akkadia, Gutian, Elam, sampai Babilonia. Sumeria kayak restoran legendaris yang tutup gara-gara kompetisi dan manajemen yang berantakan.
3. Tanah Jadi Asin: Efek Samping Irigasi Berlebihan
Petani Sumeria bikin kanal irigasi buat ngairin sawah. Bagus, kan? Masalahnya, air sungai bawa garam. Lama-kelamaan, garam numpuk di tanah, bikin tanaman susah tumbuh. Ini kayak kalau kamu tiap hari makan mi instan—awalnya enak, lama-lama bisa kolaps. Hasil panen turun drastis, dan itu makin bikin krisis pangan makin akut.
4. Politik yang Nggak Stabil: Pemimpin Datang dan Pergi
Bayangin hidup di negara yang tiap 5 tahun kudeta. Begitulah Sumeria. Pas ekonomi hancur dan tanah nggak bisa ditanami, rakyat mulai nuntut perubahan. Raja-raja digulingkan, pemberontakan terjadi di mana-mana, dan negara yang udah rapuh jadi makin kacau balau.
5. Faktor-Faktor Lain yang Ikut Memperparah
Nggak cukup sampai di situ, ada faktor lain yang mempercepat kejatuhan Sumeria:
- Penyakit: Kota-kota yang padat dan sistem sanitasi minim jadi tempat berkembang biaknya penyakit.
- Perubahan Jalur Perdagangan: Kalau jalur dagang pindah, ekonomi langsung lumpuh. Ini kayak warung pinggir jalan yang tiba-tiba sepi gara-gara ada jalan tol baru.
Kenapa Kita Nggak Bisa Menemukan Satu Penyebab Pasti?
Masalahnya, catatan sejarah Sumeria itu penuh drama, bukan data. Mereka lebih suka nulis soal kemenangan perang atau doa ke dewa daripada bikin laporan panen. Plus, banyak tablet tanah liat yang jadi arsip mereka udah rusak atau hilang. Jadi, sejarawan cuma bisa merangkai puzzle yang potongan-potongannya nggak lengkap.
Apa Pelajaran yang Bisa Kita Ambil dari Sumeria?
Yang bikin Sumeria runtuh bukan satu hal, tapi kombinasi faktor yang numpuk: perubahan iklim, perang, degradasi lingkungan, dan kekacauan politik. Kedengarannya akrab? Karena kita juga ngalamin hal yang sama sekarang.
- Krisis iklim makin nyata.
- Konflik global masih ada di mana-mana.
- Eksploitasi alam berlebihan bikin sumber daya menipis.
- Ketidakstabilan politik? Nggak usah ditanya.
Kalau kita nggak belajar dari sejarah, siapa yang bisa jamin peradaban kita nggak bakal ngalamin nasib yang sama kayak Sumeria?
Kesimpulan: Apakah Kita Menuju Nasib yang Sama?
Jadi, kenapa Sumeria runtuh? Karena mereka manusia. Mereka maju, inovatif, tapi juga punya kelemahan yang sama kayak kita: serakah, suka berantem, dan kadang-kadang malas mikirin dampak jangka panjang.
Dan kalau kita terus-terusan mengulangi kesalahan yang sama, bisa jadi beberapa ribu tahun ke depan, ada spesies lain yang nulis artikel begini:
“Kenapa Peradaban Manusia Runtuh?”
Jadi, pilihan ada di tangan kita. Mau jadi kayak Sumeria, atau mau belajar dari mereka dan bikin peradaban yang lebih tangguh?
Itu semua terserah kita, penghuni Bumi yang (kadang) terlalu percaya diri.

Bekerja untuk Keabadian Orbiz, anaknya Ngulik Enak, Cucunya Kopitasi, dan semua keturunannya kelak.
Leave a Reply