Ketika kita makan sesuatu yang pedas, kita sebenarnya tidak sedang merasakan “rasa” dalam arti yang sama seperti manis atau asin. Rasa pedas itu lebih ke sensasi. Senyawa capsaicin dalam cabai mengaktifkan reseptor rasa sakit di lidah kita, yang mengirim sinyal ke otak seolah-olah ada sesuatu yang benar-benar membakar. Jadi, saat kita makan makanan pedas, kita sebenarnya sedang bermain dengan ilusi rasa terbakar tanpa benar-benar terbakar.
Tapi anehnya, justru sensasi ini yang membuat banyak orang ketagihan. Seperti saat kita nonton film horor atau naik roller coaster—ada ketakutan dan rasa tidak nyaman, tapi tetap saja kita menikmatinya. Otak kita merespons pedas dengan melepaskan endorfin, hormon yang membuat kita merasa senang dan puas. Jadi, ada semacam “rasa sakit yang menyenangkan” saat makan pedas.
Faktor Budaya dan Toleransi Pedas
Kalau ada satu hal yang kita sebagai orang Indonesia bisa banggakan dibanding bule, itu pasti soal toleransi pedas. Dari sambal ulek sederhana sampai level BonCabe tertinggi, kita punya banyak variasi makanan yang bisa bikin mata berair dan keringat bercucuran. Tapi meskipun begitu, orang-orang di luar negeri juga banyak yang menikmati makanan pedas. Dari kimchi di Korea, tom yum di Thailand, sampai kari pedas di India, makanan pedas adalah bagian dari banyak budaya kuliner dunia.
Faktor lingkungan dan kebiasaan juga berpengaruh. Orang yang sejak kecil terbiasa makan pedas akan memiliki toleransi yang lebih tinggi dibanding mereka yang jarang terpapar. Itulah kenapa tingkat kepedasan yang biasa saja bagi orang Indonesia bisa jadi tantangan besar buat orang dari negara yang kurang terbiasa dengan pedas. Ini juga yang menjelaskan kenapa ada perbedaan toleransi pedas di setiap daerah. Orang Sumatra misalnya, lebih terbiasa dengan pedas dibandingkan orang Jawa, yang cenderung lebih suka makanan manis.
Mengapa Rasa Pedas Bisa Berbeda di Tiap Orang?
Selain faktor budaya, ada juga faktor biologis yang menentukan seberapa kuat seseorang bisa menahan pedas. Jumlah reseptor rasa sakit di lidah tiap orang berbeda-beda. Semakin banyak reseptor ini, semakin sensitif seseorang terhadap pedas. Itu sebabnya ada orang yang baru makan sedikit cabai saja sudah kepedasan, sementara yang lain bisa santai menikmati makanan dengan level pedas tinggi tanpa masalah.
Selain itu, tubuh kita bisa beradaptasi terhadap pedas. Orang yang sering makan makanan pedas lama-lama akan lebih tahan terhadap sensasi panasnya. Ini karena reseptor di lidah bisa mengalami desensitisasi, alias tidak lagi bereaksi sekuat sebelumnya terhadap capsaicin. Itulah kenapa semakin sering kita makan pedas, semakin tinggi toleransi kita terhadapnya.
Apakah Pedas Memiliki Manfaat?
Di luar sensasi dan kepuasan tersendiri, ternyata makanan pedas juga punya beberapa manfaat kesehatan. Capsaicin diketahui bisa meningkatkan metabolisme tubuh, membantu pembakaran kalori lebih cepat, dan bahkan memiliki sifat anti-inflamasi. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi cabai bisa membantu mengurangi risiko penyakit jantung dan meningkatkan produksi hormon kebahagiaan.
Tapi tentu saja, terlalu banyak makanan pedas juga bisa berdampak buruk, terutama bagi mereka yang punya masalah lambung. Konsumsi berlebihan bisa menyebabkan iritasi dan gangguan pencernaan. Jadi, seperti semua hal lain dalam hidup, makan pedas juga perlu keseimbangan.
Kesimpulan
Jadi, mengapa kita suka makanan pedas? Jawabannya ada di kombinasi antara sensasi yang menantang, faktor budaya, kebiasaan, dan sedikit faktor biologis. Bagi banyak orang, pedas bukan sekadar rasa, tapi juga pengalaman. Ada kesenangan dalam “menderita”, ada kepuasan dalam menaklukkan sensasi terbakar di lidah, dan ada kebanggaan dalam memiliki toleransi pedas yang tinggi.
Pada akhirnya, makanan pedas itu seperti ujian kecil yang kita berikan pada diri sendiri. Dan setiap kali kita berhasil melewatinya, ada rasa kepuasan yang nggak bisa dijelaskan. Jadi, siapkah kamu untuk menambah level pedas di makananmu selanjutnya?

Karakter sederhana yang menyukai kompleksitas. Punya ketertarikan yang sedikit tidak wajar dengan hal yang berbau kontradiksi. Juga salah satu saksi dibalik lahirnya Ngulik Enak.
Leave a Reply