Kalimat-kalimat aneh menjadi kereta yang mendesing!
Suratku belum berbalas, atau sudah lama diabaikan?
Begitulah sembari ku hitung satu persatu hidung kecemasan yang bermunculan.
Tendangan kafein, malah mengundang perasan sialan itu!
Beruntungnya, kau bukan wanitaku.
Tidak perlu ada kekhawatiran untukku, entah langit yang kita pandang akan sama atau berbeda.
Kesialan untukku, karena memperoleh kutukan yang teramat bebas.
Kecemburuanku menjadi tidak terbatas, entah pada kabut penjaga rumahmu, atau sekedar hujan yang menggeliat di pipimu.
Alasan apa lagi kali ini? Sebab, suratku tak kunjung bertandang ke jendelamu.
Entah kau tiup untuk kembali, atau malah dicerai nasib.
Bahkan diantara kutukan lain yang hinggap padaku, antara ketidakberdayaan dan keterasingan.
Kemerdekaan mencumbumu dalam pikiran, tidak kurang adalah jahanam kebebasan!
Tubuhku terperanjat agak ngeri, ketika kecupanmu mendarat di keningku yang dingin.
Keningku dingin? Pertanyaan yang terbawa dari alam mimpi dan ketika terbangun di dunia fana… mimpi…
Sepertinya, dengan bantuan koma atau ketidaksadaran panjang, akan memberikan sedikit jalan sempit untuk mengecupmu balik…
Maklumkan jumawa ku, karena dengan angkuhnya aku hendak menulis soneta sebagai penutup surat-suratku padamu.
Leave a Reply