Lagu Heavy is the Crown dari Linkin Park ini rasanya pas banget buat dua sosok yang akan kita bahas: Emily Armstrong dan Faker. Dua-duanya punya satu kesamaan: mereka harus terus membuktikan diri sambil memikul warisan besar yang udah ada sebelum mereka. Dan siapa sangka lewat lagu ini, mereka membuktikan kalau mereka mampu mengenakan mahkota yang berat itu.
Menggantikan Chester Bukan Hal Mudah
Sejak kepergian Chester Bennington, banyak fans yang bertanya-tanya, “Siapa yang bisa menggantikan suaranya?”. Jawabannya datang dalam sosok Emily, yang sempat diragukan oleh beberapa fans lama. Wajar sih, Chester itu bukan lagi seorang vocalist, melainkan icon dari Linkin Park itu sendiri. Dan bayangan besarnya akan sangat susah dihilangkan. Terbukti ketika sosok Emily hadir, fans terpecah oleh apakah Emily mampu bertahan di tengah bayang-bayang Chester.
Semua berubah ketika Heavy is the Crown rilis. Kali ini Emily berhasil membuktikan kalau ia bukan cuma sekedar “pengganti Chester”. Dia adalah Emily, vokalis dengan karakter suaranya sendiri, dengan persona dan dengan kekuatannya sendiri. Lewat energi dan performancenya yang kuat di lagu ini, ia berhasil menghadirkan nyawa yang luar biasa kuat kehadirannya di lagu ini. Terutama dengan lirik yang sangat mewakili situasinya, “Heavy is the crown.” Ia menerima tantangan mahkota itu. Dengan scream panjangnya ia membuktikan kehadirannya, menjawab dan menghapus keraguan dari para fansnya : “This is what you asked for!” Bahkan rasanya bukan hal yang dilebih-lebihkan ketika banyak yang bilang kalau level hype dari lagu ini hampir sama ketika album Meteora keluar. Lewat lagu Heavy is The Crown, Emily berhasil memulai era barunya dengan Linkin Park.
Sang Raja yang Gak Bisa Mati
Heavy is the Crown adalah pilihan yang sempurna untuk menjadi anthem resmi Worlds 2024. Lagu ini tidak hanya memiliki energi yang epik, tetapi juga narasi yang kuat tentang beban, ekspektasi, dan perjuangan untuk terus membuktikan diri. Dan Faker, adalah icon yang sangat pas buat situasi ini. Sejak debut kemenangannya di Worlds, beban dan ekspektasi selalu menghantui setiap permainannya. Hingga kekalahannya di 2017 meruntuhkan kejayaannya. Setelah berpuasa cukup lama, di 2023, Faker dan tim nya akhirnya bisa kembali membawa pulang trofi Worlds. Namun itu pun, tidak cukup meyakinkan hati para penggemar e-sport ini. “Terlalu tua”, “tidak seganas dulu”, “kejatuhan sang raja” adalah komentar atau cemooh yang masih membayangi bayangan Faker sejak kejatuhannya.
Tapi bersamaan dengan lagu ini dibawakan di Worlds 2024 sebagai pembuka, Faker hadir, menjawab tantangan dari mereka yang masih meragukannya. Menghadapi situasi pertandingan yang penuh tekanan, dimana hanya satu match lagi ia dan timnya harus menerima kekalahan, lewat permainannya, ia berhasil mengingatkan kepada dunia mengapa ia dijuluki “The Unkillable Demon King”. Faker, dalam situasi terjepit, berhasil memberi angin segar buat timnya, sehingga mereka bisa sekali lagi mengangkat dan membawa pulang trofi Worlds 2024. Faker, berhasil membuktikan kalau ia layak menjadi salah satu legenda dalam League of Legends.
Penutup: Mahkota Itu Memang Berat, Tapi Mereka Layak Memakainya
Di balik sorotan lampu, sorak sorai penonton, dan semua ekspektasi yang menumpuk, ada dua sosok yang berdiri tegak dengan mahkota di kepala mereka. Bukan karena mereka tak merasa berat, tapi karena mereka tahu, mahkota itu adalah simbol dari perjuangan panjang yang tak semua orang sanggup jalani. Emily dan Faker menunjukkan pada kita bahwa warisan besar bukan untuk ditakuti, tapi untuk dihormati—atau kalau bisa, dilampaui. Heavy is the Crown bukan cuma lagu pembuka, tapi deklarasi. Sebuah pernyataan bahwa meski mahkota itu berat, mereka siap memakainya. Dan mungkin, di antara sorak sorai itu, kita pun terinspirasi untuk berdiri, bangkit, dan menerima mahkota kita sendiri, seberat apapun itu.

Karakter sederhana yang menyukai kompleksitas. Punya ketertarikan yang sedikit tidak wajar dengan hal yang berbau kontradiksi. Juga salah satu saksi dibalik lahirnya Ngulik Enak.
Leave a Reply